Kamis, 23 Juni 2011

PIDATO ANAK 12 TAHUN YANG MEMBUNGKAM PARA PEMIMPIN DUNIA DI PBB (CO-PAS dari blog temen)

Cerita ini berbicara mengenai seorang anak yg bernama Severn Suzuki,
seorang anak yg pada usia 9 tahun telah mendirikan Enviromental
Children’s Organization ( ECO ).
ECO sendiri adalah sebuah kelompok kecil anak yg mendedikasikan diri
untuk belajar dan mengajarkan pada anak” lain mengenai masalah
lingkungan.
Dan mereka pun diundang menghadiri Konfrensi Lingkungan hidup PBB,
dimana pada saat itu Severn yg berusia 12 Tahun memberikan sebuah
pidato kuat yg memberikan pengaruh besar ( dan membungkam ) beberapa
pemimpin dunia terkemuka.
Apa yg disampaikan oleh seorang anak kecil ber-usia 12 tahun hingga
bisa membuat RUANG SIDANG PBB hening, lalu saat pidatonya selesai
ruang sidang penuh dengan orang terkemuka yg berdiri dan memberikan
tepuk tangan yg meriah kepada anak berusia 12 tahun.
Inilah Isi pidato tersebut: (Sumber: The Collage Foundation)
Halo, nama Saya Severn Suzuki, berbicara mewakili E.C.O – Enviromental
Children Organization
Kami adalah kelompok dari Kanada yg terdiri dari anak-anak berusia 12
dan 13 tahun, yang mencoba membuat perbedaan: Vanessa Suttie, Morga,
Geister, Michelle Quiq dan saya sendiri. Kami menggalang dana untuk
bisa datang kesini sejauh 6000 mil untuk memberitahukan pada anda
sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, hari ini di
sini juga. Saya tidak memiliki agenda tersembunyi. Saya menginginkan
masa depan bagi diri saya saja.
Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum
atau rugi dalam pasar saham. Saya berada disini untuk berbicara bagi
semua generasi yg akan datang.
Saya berada disini mewakili anak-anak yg kelaparan di seluruh dunia
yang tangisannya tidak lagi terdengar.
Saya berada disini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat
yang tidak terhitung jumlahnya diseluruh planet ini karena kehilangan
habitatnya. Kami tidak boleh tidak di dengar.
Saya merasa takut untuk berada dibawah sinar matahari karena
berlubangnya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena
saya tidak tahu ada bahan kimia apa yg dibawa oleh udara.
Saya sering memancing di Vancouver bersama ayah saya hingga beberapa
tahun yang lalu kami menemukan bahwa ikan-ikannya penuh dengan kanker.
Dan sekarang kami mendengar bahwa binatang-binatang dan tumbuhan satu
persatu mengalami kepunahan tiap harinya – hilang selamanya.
Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar
binatang-binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan
burung dan kupu-kupu. Tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal-hal
tersebut bahkan masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.
Apakah anda sekalian harus khawatir terhadap masalah-masalah kecil ini
ketika anda sekalian masih berusia sama serperti saya sekarang?
Semua ini terjadi di hadapan kita dan walaupun begitu kita masih tetap
bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua
pemecahannya. Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki
semua pemecahannya. Tetapi saya ingin anda sekalian menyadari bahwa
anda sekalian juga sama seperti saya!
Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon
kita.
Anda tidak tahu bagaiman cara mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai
asalnya.
Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang-binatang yang
telah punah.
Dan anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sediakala di
tempatnya, yang sekarang hanya berupa padang pasir. Jika anda tidak
tahu bagaima cara memperbaikinya. TOLONG BERHENTI MERUSAKNYA!
Disini anda adalah delegasi negara-negara anda. Pengusaha, anggota
perhimpunan, wartawan atau politisi – tetapi sebenarnya anda adalah
ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi
- dan anda semua adalah anak dari seseorang.
Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa kita semua
adalah bagian dari sebuah keluarga besar, yang beranggotakan lebih
dari 5 milyar, terdiri dari 30 juta rumpun dan kita semua berbagi
udara, air dan tanah di planet yang sama – perbatasan dan pemerintahan
tidak akan mengubah hal tersebut.
Saya hanyalah seorang anak kecil namun begitu saya tahu bahwa kita
semua menghadapi permasalahan yang sama dan kita seharusnya bersatu
untuk tujuan yang sama.
Walaupun marah, namun saya tidak buta, dan walaupun takut, saya tidak
ragu untuk memberitahukan dunia apa yang saya rasakan.
Di negara saya, kami sangat banyak melakukan penyia-nyiaan. Kami
membeli sesuatu dan kemudian membuang nya, beli dan kemudian buang.
Walaupun begitu tetap saja negara-negara di Utara tidak akan berbagi
dengan mereka yang memerlukan.
Bahkan ketika kita memiliki lebih dari cukup, kita merasa takut untuk
kehilangan sebagian kekayaan kita, kita takut untuk berbagi.
Di Kanada kami memiliki kehidupan yang nyaman, dengan sandang, pangan
dan papan yang berkecukupan – kami memiliki jam tangan, sepeda,
komputer dan perlengkapan televisi.
Dua hari yang lalu di Brazil sini, kami terkejut ketika kami
menghabiskan waktu dengan anak-anak yang hidup di jalanan. Dan salah
satu anak tersebut memberitahukan kepada kami: ” Aku berharap aku
kaya, dan jika aku kaya, aku akan memberikan anak-anak jalanan
makanan, pakaian dan obat-obatan, tempat tinggal, cinta dan kasih
sayang ” .
Jika seorang anak yang berada dijalanan dan tidak memiliki apapun,
bersedia untuk berbagi, mengapa kita yang memiliki segalanya masih
begitu serakah?
Saya tidak dapat berhenti memikirkan bahwa anak-anak tersebut berusia
sama dengan saya, bahwa tempat kelahiran anda dapat membuat perbedaan
yang begitu besar, bahwa saya bisa saja menjadi salah satu dari
anak-anak yang hidup di Favellas di Rio; saya bisa saja menjadi anak
yang kelaparan di Somalia ; seorang korban perang timur tengah atau
pengemis di India .
Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa jika semua
uang yang dihabiskan untuk perang dipakai untuk mengurangi tingkat
kemiskinan dan menemukan jawaban terhadap permasalahan alam, betapa
indah jadinya dunia ini.
Di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak, anda mengajarkan kami untuk
berbuat baik. Anda mengajarkan pada kami untuk tidak berkelahi dengan
orang lain, untuk mencari jalan keluar, membereskan kekacauan yang
kita timbulkan; untuk tidak menyakiti makhluk hidup lain, untuk
berbagi dan tidak tamak. Lalu mengapa anda kemudian melakukan hal yang
anda ajarkan pada kami supaya tidak boleh dilakukan tersebut?
Jangan lupakan mengapa anda menghadiri konperensi ini, mengapa anda
melakukan hal ini – kami adalah anak-anak anda semua. Anda sekalianlah
yang memutuskan, dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua
seharus nya dapat memberikan kenyamanan pada anak-anak mereka dengan
mengatakan, ” Semuanya akan baik-baik saja , ‘kami melakukan yang
terbaik yang dapat kami lakukan dan ini bukanlah akhir dari
segalanya.”
Tetapi saya tidak merasa bahwa anda dapat mengatakan hal tersebut
kepada kami lagi. Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas anda
semua? Ayah saya selalu berkata, “Kamu akan selalu dikenang karena
perbuatanmu, bukan oleh kata-katamu” .
Jadi, apa yang anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari.
Kalian orang dewasa berkata bahwa kalian menyayangi kami. Saya
menantang A N D A , cobalah untuk mewujudkan kata-kata tersebut.
Sekian dan terima kasih atas perhatiannya.
***********
Servern Cullis-Suzuki telah membungkam satu ruang sidang Konperensi
PBB, membungkam seluruh orang-orang penting dari seluruh dunia hanya
dengan pidatonya. Setelah pidatonya selesai serempak seluruh orang
yang hadir diruang pidato tersebut berdiri dan memberikan tepuk tangan
yang meriah kepada anak berusia 12 tahun itu.
Dan setelah itu, ketua PBB mengatakan dalam pidatonya:
” Hari ini saya merasa sangatlah malu terhadap diri saya sendiri
karena saya baru saja disadarkan betapa pentingnya linkungan dan
isinya disekitar kita oleh anak yang hanya berusia 12 tahun, yang maju
berdiri di mimbar ini tanpa selembarpun naskah untuk berpidato.
Sedangkan saya maju membawa berlembar naskah yang telah dibuat oleh
asisten saya kemarin. Saya … tidak kita semua dikalahkan oleh anak
yang berusia 12 tahun “
———— ——— ——— ——— ——— ———
——— ——— ——
*Tolong sebarkan tulisan ini ke semua orang yang anda kenal, bukan
untuk mendapatkan nasib baik atau kesialan kalau tidak mengirimkan,
tapi mari kita bersama-sama membuka mata semua orang di dunia bahwa
bumi sekarang sedang dalam keadaan sekarat dan kitalah manusia yang
membuatnya seperti ini yang harus bertindak untuk mencegah kehancuran dunia.

Sabtu, 14 Mei 2011

PELECEHAN SEKSUAL

Pendahuluan
Banyak sekali persangkaan-persangkaan yang tidak benar melingkupi perkara perkosaan. Salah satu diantaranya menyatakan bahwa pelaku perkosaan kebanyakan adalah orang yang tidak dikenal. Justru temuan di lapangan menunjukkan kebalikannya. Pelaku dan korban biasannya adalah saling kenal, atau bahkan memiliki hubungan yang intim. Pelaku biasanya adalah orang tua, saudara, paman, pacar atau tetangga. Indikasi yang lain menyatakan bahwa satu dari tiga kejadian perkosaan terjadi di dalam rumah, baik milik korban ataupun milik pelaku.
Kenyataan bahwa pelaku perkosaan adalah orang yang dikenal dan lebih sering terjadi di dalam rumah dan bahkan dilakukan oleh suami atau pasangan yang tinggal serumah tanpa nikah. Hal ini membawa kita kepada pembahasan tentang kekerasan domestik.
Adapun kekerasan domestik adalah kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi di dalam keluarga, termasuk pemukulan, pelanggaran seksual terhadap perempuan dalam rumah tangga, kekerasan yang berkaitan dengan mahar, pemerkosaan dalam perkawinan, pengrusakan alat vital perempuan dan praktek tradisional lainnya yang merugikan perempuan, serta kekerasan yang berkaitan dengan ekspliotasi.

Permasalahan
Hampir separuh dari sekitar 500.000 kasus perkosaan dan percobaan perkosaan yang dilaporkan yang dialami perempuan dari berbagai golongan umur, dilakukan oleh teman atau orang yang dikenal. Dan 80% hingga 95% perkosaan yang terjadi di universitas dilakukan oleh orang yang dikenal oleh korban.
Ditemukan bahwasanya pacar adalah salah satu status yang banyak melakukan perkosaan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku berpacaran pun tidak hanya diisi dengan cerita-cerita roman, tetapi bahkan penuh dengan air mata dan menyedihkan, bukan hanya karena diputus pacar tetapi juga mengalami kekerasan oleh sang pacar.

Pengertian Konsep
Pelecehan seksual adalah ” ..bentuk perbuatannya sangat (subtil?), seperti mengedip-ngedipkan dan memelototkan mata pada seorang perempuan, mengomentari bentuk tubuhnya, menyiulinya, meraba, atau menciuminya, mulai dengan yang persuasif sampai dengan yang menggunakan kekerasan”.
Pengertian diatas dapat dibagi kedalam tingkat penggunaan kekerasan, dari yang ringan hingga paling keras, serta cara pelecehan seksual, dari verbal hingga penggunaan kekerasan.
Pelecehan seksual, terutama yang terjadi ditempat kerja biasanya diiringi dengan adanya penggunaan kewenangan, dalam hal ini atasan terhadap bawahan. Pemanfaatan kewenangan ini membuktikan bahwa tidak hanya penggunaan kekerasan secara fisik tetapi juga ancaman secara verbal, dengan memanfaatkan ketergantungan korban terhadap pelaku secara sosial maupun ekonomi.
Viktimisasi adalah suatu perbuatan yang dengan sengaja melawan hukum atau yang menurut hukum dapat menimbulkan penderitaan mental, fisik, dan sosial, pada seseorang atau sekelompok orang atau lembaga, oleh orang atau kelompok orang atau lembaga lain, baik untuk kepentingan sendiri maupun orang lain.
Jenis Penganiyaan dalam kekerasan domestik:
1. Physical Battering, yaitu segala bentuk penamparan, pemukulan, pembakaran, penendangan, penembakan, dan penikaman.
2. Sexual Battering, yaitu segala bentuk kekerasan terhadap alat-alat vital (oral, anal, dan genital) perempuan (istri), serta perkosaan dalam perkawinan.
3. Phsycological Battering, yaitu segal bentuk ancaman, perintah atau pemaksaan untuk melakukan atau menerima perlakuan seperti yang disebutkan dalam butir 1 dan 2., serta segala bentuk pendiskreditan.
4. Property Battering, yaitu segala bentuk penghancuran terhadap barang-barang milik perempuan (istri).
5. Penganiayaan Ekonomi, yaitu bentuk penguasaan terhadap semua sumber-sumber ekonomi keluarga, sehingga korban tidak dapat memiliki sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan menjadi tergantung kepada pelaku.
Korban adalah individu, kelompok atau lembaga, yang mengalami penderitaan atau kesakitan, baik secara fisik maupun mental, sebagai akibat dari tindakan individu, kelompok atau lembaga lain yang mencari pemenuhan kebutuhannya yang bertentangan dengan kepentingan dan hak-hak individu, kelompok atau lembaga yang mengalami penderitaan atau kesakitan tersebut.
Istilah korban juga meliputi keluarga langsung korban, orang-orang yang menderita akibat melakukan intervensi untuk membantu korban yang dalam kesulitan atau mencegah viktimisasi.
Kekerasan dalam pacaran (dating rape) adalah: adalah kekerasan atau ancaman melakukan kekerasan dari satu pasangan yang belum menikah terhadap pasanganannya yang lain dalam konteks berpacaran atau tunangan. Kekerasan ini termasuk didalamnya kekerasan seksual, kekerasan fisik dan emosional (terjemahan bebas).
Sexsual abuse, seperti menyentuh bagian intim yang tidak dikehendaki,memaksa dengan kekerasan untuk melakukan hubungan seksual, perkosaan dan percobaan perkosaan, melakukan hubungan seksual dengan orang yang sedang mabuk atau dalam pengaruh alkohol atau drug. Termasuk pula memaksa melakukan hubungan seksual tanpa alat pengaman (kondom) yang menyebabkan kekhawatiran akan terinfeksi HIV-AIDS.
Physical abuse, diantaranya perlakuan menampar, mencekik, menghantam, menendang, membakar, menjambak, menggunakan senjata, mengancam menggunakan senjata, dan membatasi seseorang
Emotional Abuse termasuk didalamnya menghina, mengutuk, meremehkan, mengancam, meneror, menghilangkan hak milik, mengasingkan dari keluarga dan teman, termasuk pula perilaku possessiveness seperti cemburu yang berlebihan. Dapat dikatakan bahwa perilaku ini berbentuk keinginan untuk mengendalikan korban dengan mengecilkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk independent secara tingkah laku. Termasuk juga didalamnya memanggil dengan sebutan yang tidak disukai.
Berpacaran adalah bertunangan; berkasih-kasihan. Sedangkan definisi pacar adalah teman atau lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih.
Definisi berpacaran masih terlalu abstrak dan masih terlalu sulit untuk dijadikan pedoman. Bertunangan adalah bersepakat (biasanya diumumkan secara resmi atau dinyatakan di hadapan orang banyak) akan menjadi suami-istri. Definisi ini justru saling bertentangan. Biasanya pacaran tidak diumumkan secara terbuka kepada orang banyak.
Demikian pula perilaku berkasih-kasihan masih perlu penjelasan. Secara garis besar definisi menurut KBBI masih membutuhkan keterangan lebih lanjut. Definisi pacar sebagai adanya hubungan pertemanan antar lawan jenis yang tetap dan mempunyai landasan cinta kasih di luar pernikahan juga tidak mencakup hubungan antar sesama jenis. Di negara bagian Montana dan Vermont menyebut kata “partners” untuk mendeskripsikan hubungan baik antar lain jenis, maupun sesama jenis, dan memasukkan hubungan tersebut dalam definisi dating rape.
Untuk pedoman dalam penulisan makalah ini, maka definisi diatas ditambah dengan adanya hubungan antar sesama jenis.

Pacaran dan Kekerasan Seksual
Gejala perilaku pacaran sudah sangat umum dikalangan masyarakat Indonesia. Bahkan perilaku ini juga dilakukan oleh anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah menengah. Bisa diamati pula di berbagai media massa yang membidik pasaran anak usia sekolah menengah sebagai target pasar, banyak mengangkat tulisan mengenai hubungan antar lawan jenis yang mereka sebut sebagai pacaran.
Mungkin sebagian orang justru menjadi merasa malu ketika tidak punya pacar atau dikatakan “jomblo”. Kesadaran ini bisa menjadikan tradisi pacaran -jika dikatakan sebagai sebuah tradisi-, terus berkembang dan menjadi suatu gaya hidup baru bagi orang-orang yang belum beristri, atau yang sudah punya istri(selingkuh) .
Kekerasan dalam pacaran juga mengalami berbagai macam distorsi dengan pemahaman kita tentang hal-hal yang terjadi selama berpacaran. Sering kita mendengar pengakuan bahwa cemburu adalah bagian dari cinta, padahal sering kejadian kekerasan dimulai dari alasan ini. Pasangan menjadikan perasaan cemburu untuk mendapatkan legitimasi untuk melakukan hal-hal yang possessive dan tindakan mengontrol dan membatasi.
Pemukulan terhadap pasangan terutama perempuan biasanya disadari timbul karena adanya provokasi oleh korban. Pemukulan, entah diawali dengan adanya provokasi dari korban atau tidak tetap salah, dan hal tersebut tidak akan menyelesaikan masalah diantara pasangan tersebut.
Jika telah terjadi kekerasan, maka harus cepat dilakukan intervensi oleh orang luar karena cenderung akan menjadi lebih parah. Lebih baik lagi jika terjadi kekerasan segera laporkan kepada institusi yang mampu memeberikan solusi. Strategi untuk membiarkan pasangan kita berubah bukanlah tindakan yang dianjurkan, mereka lebih membutuhkan pertolongan untuk merubah perilaku mereka.
Penggunaan nama panggilan juga dianggap tidak menimbulkan perlukaan. Tetapi bagi sebagain orang memanggil dengan nama yang tidak disukai bisa mengakibatkan luka secara emosional yang permanen.
Pelaku yang berpotensi melakukan kekerasan juga tidak bisa dilihat dari tampak fisik luar, semua orang memiliki potensi menjadi pelaku kekerasan, entah dia yang berbadan besar dan berotot kuat atau seseorang yang kurus dan kelihatan lemah.
Keyakinan diri bahwa kekerasan tidak menimpa kepada kita juga sesuatu yang berlebihan, hal itu bisa terjadi pada siapa pun, kapan pun dan dimana pun.
Beberapa jenis kekerasan yang bisa dialami oleh perempuan dari pasangannya adalah:
Kekerasan Fisik
Memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong sekuat tenaga, menampar, menonjok, mencekik, membakar bagian tubuh/menyundut dengan rokok, pemaksaan berhubungan seks, menggunakan alat, atau dengan sengaja mengajak seseorang ke tempat yang membahayakan keselamatan. Ini biasanya dilakukan karena korban tidak mau menuruti kemauannya atau korban dianggap telah melakukan kesalahan.

Kekerasan seksual
Berupa pemaksaan hubungan seksual, pelecehan seksual (rabaan, ciuman, sentuhan) tanpa persetujuan. Perbuatan tanpa persetujuan atau pemaksaan itu biasanya disertai ancaman akan ditinggalkan, akan menyengsarakan atau ancaman kekerasan fisik.


Kekerasan emosional
Bentuk kekerasan ini biasanya jarang disadari, karena memang wujudnya tidak kelihatan. Namun sebenarnya, kekerasan ini justru akan menimbulkan perasaan tertekan, tidak bebas dan tidak nyaman. Bentuk kekerasan non fisik ini berupa pemberian julukan yang mengandung olok-olok; membuat seseorang jadi bahan tertawaan; mengancam, cemburu yang berlebihan, membatasi pasangannya untuk melakukan kegiatan yang disukai, pemerasan, mengisolasi, larangan berteman, caci maki, larangan bersolek, larangan bersikap ramah pada orang lain dan sebagainya.

Karakteristik korban
1. Perempuan muda, berusia antara 12 hingga 18 tahun lebih sering menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh kenalan, teman, atau pacar dibandingkan perempuan yang lebih tua.
2. Perempuan yang memiliki teman (peer group) pernah menjadi korban kekerasan seksual lebih sering menjadi korban kekerasan dalam pacaran. Perempuan yang jarang pergi ke tempat ibadah, memiliki bekas pacar banyak, sering berpacaran, dan perempuan yang pernah mengalami kekerasan serupa sebelumnya memiliki kerentanan menjadi korban.

Karakteristik pelaku
1. Lelaki yang memiliki peer group dimana mereka mempunyai kecenderungan seksual yang agresif, pemabuk dan pengkonsumsi narkoba, lelaki yang mudah berpacaran, lelaki yang terlalu mengambil peran ketika berpacaran (termasuk selalu menjadi sopir), banyak mengeluarkan uang, memiliki pemahaman yang salah tentang seks, pernah melakukan hubungan seksual dengan korban, memiliki perilaku kekerasan terhadap orang lain, pemahaman hubungan lelaki perempuan yang tidak sejajar, dan lelaki yang memiliki ansumsi tentang perkosaan yang keliru. Lelaki yang sering lepas kendali emosionalnya dengan memukul meja, dinding atau perabotan rumah, lelaki yang terlalu possessive dengan selalu menelpon untuk menanyakan sedang berada dimana dengan siapa dan melakukan apa, memiliki pandangan tradisional tentang hubungan lelaki perempuan, termasuk lelaki yang selalu berjanji tidak akan melakukan kekerasa lagi dengan berperilaku manis.
2. Lelaki yang memiliki pengalaman kekerasan dalam keluarganya, baik dia sebagai korban langsung maupun orang lain dalam keluarganya.
3. Pengkonsumsian alkohol baik yang dilakukan oleh pelaku maupun korban berbanding searah dengan perlukaan yang diakibat kekerasan.

Kesimpulan
Perbuatan asusila yang dilakukan oleh lelaki terhadap perempuan lebih dikarenakan pengharapan seksual yang diinginkan oleh lelaki dari hubungan yang dijalankan. Perbuatan asusila tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor, yaitu lelaki dimana mereka mempunyai kecenderungan seksual yang agresif, pemabuk dan pengkonsumsi narkoba, lelaki yang mudah berpacaran, banyak mengeluarkan uang, memiliki pemahaman yang salah tentang seks, pernah melakukan hubungan seksual dengan korban, memiliki perilaku kekerasan terhadap orang lain, pemahaman hubungan lelaki perempuan yang tidak sejajar, dan lelaki yang memiliki ansumsi tentang perkosaan yang keliru. Lelaki yang sering lepas kendali emosionalnya dengan memukul meja, dinding atau perabotan rumah, lelaki yang terlalu possessive dengan selalu menelpon untuk menanyakan sedang berada dimana dengan siapa dan melakukan apa, memiliki pandangan tradisional tentang hubungan lelaki perempuan, termasuk lelaki yang selalu berjanji tidak akan melakukan kekerasa lagi.


Daftar Pustaka
----------. 1978/1979. Kamus Istilah Sosiologi. Jakarta: Departemen sosiologi FIS-UI. Hal 103. Disadur dari Santi Kusumaningrum. Op.cit. Hal. 33.
“KDRT, Kejahatan yang Tidak Terlaporkan”, dalam Info aktual Swara. Edisi No. 29, 19 Agustus 1999. disadur dari Santi Kusumaningrum. Ibid..
“Siapa Bilang dalam pacaran tidak ada kekerasan”. Lembar info, seri 23. Dapat dilihat di http://www.lbh-apik.or.id/fac-no.23.htm
http://www.hc-sc.gc.ca/hppb/familyviolence/html/datingeng.html
----------. Arif Gosita. 1985. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta: Akademika Pressindo. Hal. 44. Disadur dari Santi Kusumaningrum.
----------. KBBI. Edisi Kedua. Cetakan Ke-7 1996. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta; Balai Pustaka. Hal. 711.

Sabtu, 30 April 2011

TINJAUAN PASAL 31 UU NO. 31/1999 Jo UU NO. 20/2001 (PENYIDIKAN DAN PEMERIKSAAN SIDANG DI PENGADILAN)


KATA PENGANTAR

              Puji syukur kekhadirat Allah SWT  yang telah memberikan rahmat nikmat serta hidayah-Nya semata, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas mata kuliah Kejahatan Ekonomi dan Korupsi yang berjudul “Tinjauan Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 (Penyidikan dan Pemeriksaan Sidang di Pengadilan).
                  Penyajian materi dalam makalah ini diuraikan sedemikian rupa sehingga memungkinkan dapat dipergunakan oleh dosen maupun mahasiswa sebagai bahan bacaan untuk mata Kuliah Kejahatan Ekonomi Dan Korupsi,
                  Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalahini masih banyak kekuranganyang disebabkan karena  keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis, oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
                  Mudah-mudahan makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan, baik bagi penulis, dosen, maupun mahasiswa yang mau membacanya.
                  Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Kotabumi,   November 2010
Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Pembahasan tentang tindak pidana korupsi dalam makalah ini sesuai dengan kajian yuridis normatif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. perilaku tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat  sehingga tindak pidana korupsi tidak lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa tapi telah menjadi kejahatan luar biasa, maka dari upaya penyidikan, pemeriksaan dan penuntutannya tidak lagi dengan cara yang biasa melainkan harus menggunakan cara-cara yang luar biasa.
Penegakan hokum dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi yang selama ini dilakukan secara konvensional terbukti mengalami banyak hambatan. Dalam Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak terdapat peraturan tentang usaha prevensi langsung tentang perbuatan korupsi. Penulis berpendapat bahwa peraturan pidana yang tercantum dalam Undang-undang tersebut hanya merupakan prevensi tidak langsung yaitu supaya orang-orang tidak atau takut melakukan perbuatan korupsi atau yang bersangkutan (terpidana) jera untuk mengulangi perbuatan korupsi dikemudian hari.
Suatu lukisan deskriptif menyatakan korupsi itu apa adanya. Korupsi dalam statistik kriminal atau perkara dapat dilihat di kejaksaan agung, di markas  besar Polisi RI dan di Biro Pusat Statistik, namun saying terbatas pada data mengenai perkara korupsi yang diputus oleh Pengadilan Negeri, pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Statistic di kepolisian hanya sampai pada perkara-perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri, karena kejaksaan negeri tidak teratur memberi data kepolisian tentang penyelesaian suatu perkara sampai pada putusan penyidikan.
Ternyata dalam statistik  di biru pusat statistik yang sumbernya dari Markas Besar Kepolisian RI tidak ada pembahasan tentang korupsi, yang ada hanya tentang penyuapan, begitu pula perkara yang di deponir oleh kejaksaan dan yang ditolak oleh hakim untuk dituntut, tidak ada peraturan yang mewajibkan kepada jaksa untuk memberitahu kepolisian tentang perkara tersebut. Hanya dalam saling pengertian antara penegak hukum saja,  namun hal ini tidak terlaksana secara menyeluruh, ada kejaksaan negeri yang mengirim pemberitahuan tentang kelanjutan penyelesaian suatu perkara kepada kepolisian, ada pula yang tidak melakukannya.

1.2.   Permasalahan
            Khusus  yang dipermasalahkan ialah delik-delik yang termasuk korupsi  material dan keuangan serta jabatan dan bagaimana penerapannya dalam situasi konkrit berupa kasus-kasus penting yang langsung menyentuk kegiatan pembangunan masyarakat sejahtera.
         Dalam penyelesaian kasus-kasus secara konkrit seperti tercermin pada putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan terutama yurisprudensi mahkamah  agung dapat dilihat sampai sejauh mana efektifitas UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 terutama dalam Pasal 31 Undang-undang tersebut. Apa upaya terhadap korupsi yang semakin meningkat dan bagaimana menempatkan Undang-undang tersebut sebagai sarana pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera.
         Selain masalah di atas yang akan dibahas oleh penulis juga mengenai siapa saja yang terlibat dalam upaya penyidikan dan pemeriksaan sidang di pengadilan tersebut. Selain itu delik-delik apa saja yang termasuk masalah korupsi.
         Korupsi yang banyak terjadi tapi tidak terungkap (hidden crime) tidak dipermasalahkan, yang dipermasalahkan ialah korupsi yang telah muncul kepermukaan, kasus yang diajukan kepengadilan dan kasus-kasus yang diberitakan atau data dari laporan resmi.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
            UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan didalam  Pasal 31 Undang-undang tersebut berbicara tentang penyidikan dan pemeriksaan dalam sidang di pengadilan. Tindak pidana korupsi adalah suatu tindakan atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Korporasi ialah tindak pidana kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama baik bersama teman, keluarga maupun orang lain.
            Berbicara soal penyidikan dan pemeriksaan, semuanya ini dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan. Namun tidak semua polisi ataupun jaksa dapat melakukan penyidikan karena ada jabatan atau pangkat-pangkat tertentu yang dapat dijadikan penyidik. Lain halnya dengan penyelidik, kalau penyelidik siapa saja bias menjadi penyelidik, baik penyidik, penyelidik, penyelidi dan penyelidikan, dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • Penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan.
  • Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untukmencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
  • Penyelidik adalah pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
  • Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapat atau tidakbya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
            Untuk melimpahkah perkara pidana kepengadilan yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang pemeriksaan ialah upaya untuk mencari bukti kebenaran agar bias diajukan ke pengadilan oleh polisi kepada jaksa dan diteruskan perkaranya ke pengadilan yand diperoleh dari keterangan terdakwa dan saksi-saksi.

2.2 Efektivitas UU No. 31 Tahun 1999 Jo No. 20 Tahun 2001 Pasal 31
            Dalam Pasal 31 Undang-undang tersebut menjelaskan tentang :
1)      Dalam penyidikan dan pemeriksaan sidang dipengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
2)      Sebelum pemerikssaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut.
            Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaabndi sidang pengadilan yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi yang ia dengar sendiri, ia lihat dan ia alami sendiri (Pasal 1 angka 26 KUHAP).
            Keterangan para saksi dapat dituangkan sebagai berikut :
  1. Saksi yang keterangannya oleh penyidik sudah dituangkan dalam berita acara pemerisaan saksi.
  2. Saksi yang keterangannya tidak atau belun dituangkan dalam berita acara pemeriksaan saksi, tatapi sudah dapat surat panggilan untuk diminta keterangannya disidang pengadilan.
  3. Saksi yang sudah diberikan keterangannya disidang pengadilan.

            Dari keterangan saksi tersebut yang sudah dimasukkan dalam berita acara pemeriksaan, ada yang sudah siap diajukan kepengadilan ada juga yang belum dikarenakan kurang lengkapnya BAP tersebut. Berita acara pemeriksaan terhadap saksi dan sudah cukup bukti selanjutnya diajukan ke pengadilan guna dibahas lebih lanjut untuk menghasilkan suatu ketetapan atau keputusan dari hakim yang berkaitan dengan tindak korupsi.
            Selanjutnya, yang dimaksud dengan “orang lain” dalam kasus pidana korupsi tersebut ialah orang yang tidak dijadikan sebagai saksi tetapi dapat memberikan keterangan guna penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang bersangkutan, meskipun terkadang keterangan yang diberikan tidak dia dengar, lihat dan alami sendiri.
            Keterangan yang berasal dari orang lain atau suatu masyarakat yang mau berpartisipasi dalam hal pengusutan tindak pidana korupsi sangat dibutuhkan bagi para penyidik baik Polri maupun kejaksaan, karena dengan adanya partisipasi dari stock holder atau masyarakat yang ada, diharapkan penyidikan dan pemeriksaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dapat diselesaikan secepat  mungkin sehingga dikemudian hari kita berharap korupsi dapat dikurangi. Jadi pada intinya, kerja sama antara stock holder atau masyarakat dengan pemerintah dalam segi bidang apapun sangat diharapkan guna terwujudnya pembangunan nasional, masyarakat adil, makmur dan sejahtera.

2.3 Hal-hal yang dilarang dilakukan oleh saksi
            Dalam Pasal 31 ayat 1 yang dilarang dilakukan oleh saksi atau orang lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi adalah terbatas pada :
  1. Menyebut nama atau alamat pelapor terjadinya tindak pidana korupsi, artinya kalau sampai terjadi saksi atau orang lain tersebut menyebutkan nama atau identitas si pelapor, di khawatirkan keselamatan dan keamanan si pelapor terancam oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Selain itu juga dikhawatirkan bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang sudah ada dirusak atau disalah gunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan tersebut.
  2. Menyebut hal-hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor terjadinya tindak pidana korupsi. Artinya, seorang saksi atau orang lain dilarang menyebut hal-hal lain, misal menyebutkan suatu lokasi atau tempat bertemunya saksi dengan pelapor, berkomunikasi lewat handphone dan menyebut nama pihak ke 3.

            Dalam hal ini, larangan tersebut berlaku untuk saksi atau orang lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, baik didalam dan diluar penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan apabila pertanyaan tersebut berasal dari penyidik, penuntut umum atau hakim.
            Dari uraian di atas disebutkan pula istilah kata ”pelapor” yang dimaksud pelapor adalah orang yang memberi informasi kepada aparat penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 24 KUHAP, berbunyi :
Laporan ialah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yag berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana korupsi”.
            Oleh karena ruang lingkup dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 31 ayat 1 hanya dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, maka yang dimaksud dengan ”penegak hukum” dalam penjelasan pasal tersebut hanya terbatas pada penyidik, penuntut umum dan hakim. Ketiga lembaga tersebut baik penyidik, penuntut umum dan hakim adalah lembaga penegak hukum yang memiliki fungsi yang sama dalam hal melakukan penyidikan dan pemeriksaan sidang dipengadilan. Perbedaannya penyidik berasal dari kepolisian atau pegawai negeri sipil tertentu dan penuntut umum berasal dari jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Sedangkan hakim adalah pejabat peradilan yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.Mengadili ialah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak disidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yag diatur dalam undang-undang.

Sanksi Pidana terhadap Saksi yang Melanggar Ketentuan Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999
            Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31 ayat 2 sifatnya adalah imperatif, artinya bagi saksi yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 31 ayat 1 atau melanggarnya, maka saksi dapat dikenakan sanksi karena adanya sanksi pidana terhadap saksi seperti yang terdapat dalam Pasal 24 UU No. 31 Tahun 1999, yang berbunyi :
”Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah)”.
            Jika kita perjelas, ketentuan yang terdapat dalam pasal 24 tersebut menggunakan rumusan-rumusan saksi yang tidak memenuhi tetentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1 dapat dikenakan sanksi pidana, sehingga dapat diketahui bahwa dilarang menyebut nama alamat pelapor atau hal-hal lain yang memungkinkan dapat diketahuinya identitas pelapor hanya saksi yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana korupsi.
            Dengan demikian, yang dapat dijatuhi pidana karena tidak memenuhi larangan untuk menyebut nama atau alamat pelapor atau menyebut hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor adalah hanya ”saksi” yang bersangkutan dalam perkara pidana korupsi.

Azas-Azas yang Terkandung dalam UU No. 31 Tahun 1999
            Ada beberapa azas yang terdapat dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang berbeda dari undang-undang tindak pidana lainnya yaitu :
  1. Orang yang sengaja mencegah, menutupi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dan pemeriksaan sidang di pengadilan dapat dipidana.
  2. Penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan lebih di dahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.
  3. Penyidik, penuntut umum dan hakim berwenang meminta keterangan kepada pihak bank tentang keadaan keuangan pelaku tindak pidana korupsi.
  4. Peran serta masyarakat (stock holder) dapat membantu upaya pencegahan pemberantasan tindak pidana korupsi.
  5. Identitas pelapor dilindungi, sesuai dengan Pasal 31 undang-undang tersebut.

            Dalam hal azas-azas tersebut penulis tidak menyebutkan secara keseluruhan karena pokok pembahasan dalam makalah ini terbatas pada Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 yaitu mengenai penyidikan dan pemeriksaan sidang dipengadilan.

Jalannya Penyidikan dan Pemeriksaan Sidang di Pengadilan
            Sebelum memiliki pemeriksaan atas terpidana kasus korupsi, maka penyidik wajib memberitahukan kepada terpidana tentang haknya untuk mendapat bantuan hukum atau dalam perkaranya harus di dampingi penasihat hukum yang dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat dan mendengar langsung.
            Pelaku tindak pidana korupsi dalam memberikan keteragan kepada penyidik tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun juga, sesuai dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya kemudian penyidik mencatatnya dalam berita acara sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kata-kata dari keterangan terpidana,dan antara penyidik maupun terpidana menandatangani bukti/berkas berita acara pemeriksaan tersebut. Apabila pelaku pidana korupsi tidak mau menandatanganinya maka penyidik mencatat dalam berita acara dan dengan menyebut alasannya.

2.6.1 Pemeriksaan Terpidana Korupsi
         Pada tahap pemeriksaan inilah sering terjadi pemerasan pengakuan atau keterangan dari terpidana atau saksi padahal undang-undang telah melarangnya dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun (Pasal 422 KUHP). Dalam semua tingkat pemeriksaan dan penyidikan disidang pengadilan, terpidana barhak mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum.

2.6.2 Pemeriksaan Saksi dalam Pidana Korupsi
         Saksi yang diperiksa pada tingkat penyidikan memberikan keterangannya tanpa disumpah lebih dulu, kecuali atas saksi-saksi dilakukan secara sendiri-sendiri dan wajib memberikan keterangan yang sebenarnya, saksi juga dapat dipertemukan yang satu dengan yang lainnya, juga dapat dipertemukan dengan terpidana apabila keterangan saksi tersebut menguntungkan baginya.

Penghentian Penyidikan dan Pemeriksaan Sidang di Pengadilan
            Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan dan pemeriksaan suatu peristiwa pidana korupsi, maka penyidik memberitahukan hal ini kepada penuntut umum. Dalam penghentian penyidikan dan pemeriksaan tersebut ada beberapa alasan yang sah, yaitu :
  1. Tidak terdapat cukup bukti, misalnya tidak adanya pengakuan, saksi, surat, atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi.
  2. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana korupsi, misalnya hanya menyangkut persoalan perdata, melanggar norma agama, adat, dan lain-lain.
  3. Dihentikan demi hukum, misalnya telah lampau waktu (verjaring) kasus yang sama sudah pernah diadili dan mempunyai kekuatan hukum tetap (nebis in idem).
  4. Tidak ada pengaduan atau pengaduan dicabut dalam hal tindak pidana aduan.











BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Dari seluruh uraian materi dalam makalah ini, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
Dari penjelasan Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ”pelapor” adalah orang yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor sebagaimana di maksud dalam Pasal 1 angka 24 UU No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana karena yang dimaksud  ”pelapor” dalam pasal 31 adalah dalam rangkaian penyelesaian suatu perkara tindak pidana korupsi, maka yang dimaksud dengan ”penegak hukum” dalam penjelasan Pasal 31 ayat 1 yaitu penyidik, penuntut umum dan hakim.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam upaya penyidikan dan pemeriksaan sidang pengadilan yaitu kejaksaan, hakim, saksi-saksi, orang lain dan pelapor.
”orang lain” yang dimaksud ialah orang yag tidak dijadikan sebagai saksi dalam perkara pidana korupsi, namun dapat memberikan keterangan guna penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
            Di dalam Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999, adanya sanksi pidana terhadap saksi yang melanggar ketentuan pasal tersebut, seperti yang terdapat dalam Pasal 24 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yaitu sebagai berikut :
a.       Pidana penjara palng lama 3 (tiga) tahun, dan atau
b.      Pidana denda paling banyak Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah)
            Kalau suatu tindak pidana korupsi telah timbul kepermukaan, artinya telah diketahui, tetapi tidak diteruskan kepengadilan, maka itu berarti bukan saja melumpuhkan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (UUPTPK), tetapi juga dapat menurunkan tingkat kesadaran hukum dalam masyarakat dan juga dapat meningkatkan jumlah kejahatan tersembunyi (hidden crime) dalam suatu negara hukum.

Saran
            Supaya para koruptor ditangkap dan diadili dan supaya orang lain takut melakukan korupsi, penulis menghimbau agar para penegak hukum para aparatur negara dan juga komponen masyarakat (stock holder) yang ada, jika mengetahui adanya korupsi jangan mendiamkan, terlebih menutup-nutupi tetapi kita harus segera memprosesnya agar para pelaku pidana korupsi dapat diadili sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dengan demikian dapat membantu upaya pencegahan pemberantasan tindak pidana korupsi dan membantu pengembalian keuangan negara yang telah dislah gunakan oelh para koruptor, yang telah merugikan keuangan dan perekonomian negara sehingga menghambat kelangsungan pembangunan nasional.



DAFTAR PUSTAKA

Darwan Perintis, SH. 1989. Hukum Acara Pidana. Jakarta : Jambatan
Hamzah Andi. 1986. Korupsi di Indonesia. Jakarta :Gramedia
Wiyono R, SH. 2008. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Sinar Grafika.